Sepanjang tahun 2012 lalu, banyak sekali berita mengenai kasus korupsi yang sudah kita saksikan bersama-sama. Media massa ramai mengupas kasus-kasus korupsi tanah air. Nama-nama seperti Nazarudin, Angie, dan Hartati Murdaya Poo sudah jadi “hiasan” tajuk utama pemberitaan.
Bagi teman-teman yang muak dengan berita-berita ini, kamu tidak sendiri. Banyak orang yang pirhatin dan kesal melihat ulah para koruptor di tanah air. Sepertinya tidak habis-habis daftar koruptor ini kalau dijabarkan. Banyak orang menanti: siapa lagi habis ini?
Pernahkah kamu mengendarai mobil atau motor dan melanggar aturan lalu lintas—kemudian berinisiatif “berdamai” dengan polisi? Nah, sebenarnya menyuap aparat penegak hukum itu termasuk tindak pidana korupsi, lho. Korupsi yang dibahas disini merupakan bagian dari gaya hidup, bukan hanya dalam konteks hukum atau peradilan saja. Arti kata korupsi sendiri adalah “merusak” dari Bahasa Latin “corruptio”. Nah, makanya segala tindakan kita yang merusak, sebenarnya bisa diartikan sebagai tindak korupsi. Ketika kita terlambat dan membuat orang lain membuang waktu, kita telah melakukan korupsi terhadap waktu orang itu. Ketika kita “melebihkan” budget buku atau uang sekolah/ kuliah pada orang tua untuk nonton atau beli baju baru, itu juga termasuk korupsi, karena kita menyalahgunakan kepercayaan (Dan jabatan kita sebagai anak) untuk “memakan” apa yang bukan hak kita.
Sebagai anak-anak muda Indonesia yang hebat, penting buat kita semua untuk memahami betapa berbahaya korupsi, supaya kita bisa menghindarinya dan menjalani hidup yang lebih berkualitas.
Pernahkah teman-teman melihat negara-negara di Eropa seperti Swedia dan Finlandia? Kota-kota disana sangat bagus, tata kotanya sungguh rapi dan membuat kita yang tinggal di kota-kota seperti Jakarta yang semrawut, positif iri sekali! Tapi keberhasilan pembangunan dan keteraturan harmonis di Swedia atau Finlandia itu tidak terjadi begitu saja. Warga disana (disamping pemerintahnya, tentu) sangat disiplin dan menjaga gaya hidup yang baik. Mereka tidak membuang sampah sembarangan, menaati peraturan lalu-lintas, dan lain sebagainya. Negara-negara ini juga termasuk yang rendah indeks persepsi korupsinya. Keberhasilan pembangunan mereka juga didukung pemerintahan dan gaya hidupyang jauh dari korupsi dan kecurangan.
Jika kita ingin bisa seperti Swedia atau Finlandia, yuk kita mulai dari introspeksi diri kita sendiri. Apakah kita masih buang sampah sembarangan? Menyerobot antrean? Melanggar aturan lalu lintas? Tidak bayar pajak—bagi teman-teman yang sudah bekerja? Kalau diurai memang akan panjang bahwa banyak “kenakalan” yang kita lakukan tapi ternyata turut menyumbang polusi di atmosfer berbangsa yang sudah kadung penuh udara korupsi. Butuh kerelaan dan kemauan kuat untuk mengubah gaya hidup kita.
Kalau kita terus bermimpi akan Indonesia yang lebih baik, bosan dan muak melihat berita-berita tentang kasus korupsi, tapi kita tidak melakukan apapun untuk mengubahnya, selamanya kita sulit maju. Cita-cita menjadi bangsa yang besar, hanya mimpi belaka. Mari kita mulai dari diri kita sendiri. Terapkan keberanian untuk berpikir, bertindak, dan berbicara jujur dari sekarang. Jujur adalah langkah pertama dalam memerangi korupsi. Dengan menjadi anak-anak muda jujur, kita belajar untuk merajut kualitas hidup kebangsaan yang lebih baik. Yuk, jadi anak muda yang anti korupsi dan pro gaya hidup berani jujur hebat. Semesta muda yang anti korupsi akan membawa perubahan luar biasa bagi Indonesia!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar