Pada
28 Desember 2012, ICW menggelar jumpa pers bertajuk “Review Korupsi
Politik 2012 dan Outlook Korupsi 2013” tentang laporan penelitian
korupsi politik yang terjadi di 2012 serta prediksi korupsi politik pada
2013.
Lingkaran setan korupsi politik yang melibatkan partai
politik, politisi, kroni bisnis, proyek korup, dan birokrasi masih
menjadi penyakit jalannya pemerintahan Indonesia. Temuan ICW melansir
bahwa selama 2012 sebanyak 52 kader parpol, 21 anggota dan mantan
anggota DPR/D, 21 mantan dan kepala daerah menjabat, serta 2 pengurus
partai, serta terakhir 1 menteri aktif terjerat kasus korupsi dengan
kader Partai Golkar paling banyak terjerat kasus (14 kader). Secara
keseluruhan, kasus yang menjerat anggota DPR/D merupakan kasus mafia
anggaran dan bantuan sosial.ICW juga melakukan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan pemilukada di delapan daerah di Indonesia. Ada beberapa tipe umum korupsi pemilukada yang melibatkan pemilih, peserta pemilu yang mencakup parpol dan kandidat, pegawai negeri, dan penyelenggara pemilu. Beberapa cara yang digunakan adalah: suap untuk memenangkan kandidat, penerimaan uang dari organisasi kriminal untuk parpol, penyalahgunaan APBN/D untuk kepentingan pemilukada, setoran dari kandidat dalam jumlah besar untuk parpol, dan lain sebagainya.
Aktor-aktor yang terlibat dalam kasus korupsi adalah politikus baik anggota DPR dan birokrat, pengusaha, juga staf khusus kementerian/ DPR. Peran para aktor ini pun bermacam-macam. Politikus dapat menciptakan proyek yang bisa dikerjakan dirinya ataupun rekanan dan menambah anggaran untuk proyek tertentu. Birokrat dapat mengusulkan proyek yang akan diarahkan kepada perusahaan tertentu. Pengusaha dapat memberikan suap dan melobi politikus untuk mendapatkan proyek. Staf khusus dapat menjadi penghubung antara pengusaha dengan politikus atau elit kementerian dan sebagai pelaksana transaksi. Sebuah lingkaran korupsi yang sempurna.
"Kongkalikong antara eksekutif dan legislatif inilah yang akhirnya menggerus uang rakyat. Baik yang mega skandal maupun kasus-kasus kecil tapi rutin. Ini memprihatinkan, terutama menjelang 2014. Disinyalir muara dari kasus korupsi politik adalah pada pendanaan politik pemilu tahun depan. 2013 menjadi tahun yang cukup rawan menjelang pemilu 2014," jelas Apung Widadi dari ICW.
Partai politik umumnya enggan ketika dimintai laporan keuangan. Dari 9 parpol, sebagian besar tidak berkenan memberikan dengan dalih pendanaan parpol bukan konsumsi publik, atau memberikan laporan yang tidak lengkap, bahkan ada parpol yang tidak punya laporan keuangan.
Hal ini in diperburuk lemahnya UU Parpol dan UU Pemilu, dimana tidak ada pengaturan yang melarang sumber dana dari kejahatan/ tindak pidana dan tidak ada pembatasan sumbangan dari kader anggota partai. Bawaslu/ KPU juga tidak mampu memeriksa kebenaran penerimaan dana kampanye pemilu yang berasal dari sumbangan. Lemahnya regulasi turut melanggengkan jalannya korupsi politik. “Regulasi pendanaan parpol harus diselesaikan sebelum pemilu agar dapat mengatur dan mengawasi sumbangan yang masuk ke parpol,” terang Abdullah Dahlan dari ICW.
Sejak 1999, ‘tradisi korupsi’ jelang pemilu biasanya akan mengemuka. Pada 1999, kasus korupsi BLBI naik ke permukaan. Dilanjutkan dengan pemilu 2004 dengan kasus suap Pemilihan Gubernur BI Miranda Gultom kepada anggota DPR untuk pemenangannya. Pada 2009, kasus Bank Century mengguncang publik dengan segala dramanya. ‘Tanda-tanda zaman’ Pemilu 2014 mulai terlihat: kasus korupsi yang melibatkan Bendahara Partai Demokrat Nazarudin yang mengalir ke pendanaan politik dan disinyalir untuk persiapan Pemilu 2014. Badan Anggaran DPR juga lekat dengan kasus korupsi untuk kepentingan parpol. Penyaluran Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPID) juga diduga sarat korupsi yang berakhir pada pendanaan parpol.
Berdasarkan temuan-temuan diatas, pada 2013 korupsi politik diduga akan semakin memanas. Kasus mafia anggaran akan bertambah banyak, proyek-proyek besar di APBN dan alokasi dana untuk daerah juga rawan politisasi dan korupsi. Korupsi oleh Kepala Daerah, Anggota DPR/D, pendanaan parpol dan korupsi pemilukada akan semakin merajalela. Semuanya diprediksi untuk mengalirkan dana untuk Pemilu 2014.
Berkaca dari vonis Wa Ode yang dituntut dengan UU Pencucian Uang, kemungkinan pada 2013 akan semakin banyak politisi yang akan dijerat pasal ini agar vonis tinggi dan berefek jera. Sementara, pembahasan UU Pemilukada dan UU Pemda masih akan berlanjut tahun ini. Namun penegakan hukum masih lemah, ditambah konflik antara Polri dengan KPK yang tak kunjung selesai.
ICW merekomendasikan agar pembahasan dan penetapan APBN 2013 dibuat transparan dan akuntabel untuk meminimalisir proyek-proyek siluman untuk logistik mafia anggaran yang mengurus dana haram pemilu 2014. KPK juga harus mengusut korupsi mafia anggaran sampai tuntas, diantaranya kasus DPID, Wisma Atlet, dan Hambalang.
Demikian juga kepolisian dan kejaksaan harus makin giat dalam menangani kasus korupsi kepala daerah. Pengadilan Tipikor di daerah harus obyektif dan independen. ICW juga meminta agar pemerintah melakukan moratorium dana hibah dan bansos untuk 2013 sampai 2014 untuk meminimalisir penggunaan uang rakyat sebagai sumbangan haram ongkos politik. PPATK dan KPK juga harus makin waspada jelang Pemilu 2014 karena diduga akan semakin banyak anggaran dikorupsi sebagai ongkos pemilu. Parpol juga perlu diatur untuk melaporkan keuangannya kepada publik. Pembahasan RUU Pemilukada pun juga harus memperbaiki regulasi agar tidak lagi terjadi pelangggaran korupsi pemilu.
Tahun 2013 adalah tahun politik, kata Presiden SBY. Semoga tidak menjadi tahun korupsi politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar